Ulangan matematika dan kimia hari
ini benar-benar menguras otakku. Sinar matahari yang menembus kaca angkot
membuat ku merasa panas. Badanku lemas dan tenggorokanku terasa sangat kering.
Rasanya aku ingin segera sampai di rumah dan merasakan betapa empuknya kasur.
“coba tadi gue pulang bareng Dimas
pasti udah di rumah” batinku dalam hati
Sesampainya di depan rumah aku
melihat sebuah mobil asing berada di carport. Buru-buru aku masuk ke dalam
rumah. Dan ternyataaaa……… aku melihat sosok yang begitu mengejutkanku, dia
sedang duduk disudut ruang dan menyapaku dengan senyuman termanisnya .
“kok baru pulang Re? gue udah
nunggu lo dari tadi nih” sapa cowok itu
Aku masih diam terpaku. Tiba-tiba
dia datang dan memelukku “Re gue kangen sama lo, apa lo gak kangen sama gue?”
Buru-buru aku melepaskan diri
darinya. “gue capek van. Gue mau tidur dulu” aku bergegas lari menuju kamar
meniggalkan Evan sendiri.
______
Sejak Evan pulang dari Ausie,
perasaanku jadi kacau. Aku bingung harus merasa senang atau sedih dengan kedatangannya
ke Indonesia. Evan meninggalkanku tanpa kepastian selama 3 tahun. Bertahun-tahun
aku coba menghubunginya namun tak pernah ada balasan. Dan kini dia kembali,
seolah tidak terjadi apa-apa. Bahkan dia masih menganggapku sebagai pacarnya. Keadaan
sekarang sudah berbeda. Sekarang ada Dimas yang selalu ada untukku.
“Re……kok bengong aja. Mau gue
anter pulang gak? ” sebuah suara yang
memecah lamunanku.
“eh dim, gue mau bicara penting
nih”
“yaudah, langsung ngomong aja”
“ini masalah Ev……” kata-kataku
terputus saat aku melihat mobil Honda jazz merah memasuki gerbang sekolahku.
Evan turun dari mobil dan
memberikan senyuman termanisnya. Dia membawa bunga mawar merah yang terlihat
sangat indah. Tiba-tiba aku teringat masa laluku dengan Evan yang begitu romantisnya.
Namun segera aku tersadar, itu lamunan bodoh. “inget Re, lo udah punya dimas!”
aku terus meyakinkan diriku.
“Bunga indah, untuk cewek yang
sangat berharga” Evan menyodorkan bunga itu ke arahku. “pulang yuk Re!”
Kupandang wajah Dimas. Dia hanya
terdiam membalas pandanganku. Matanya tak menampakkan kemarahan sedikitpun,
bahkan matanya mengisyaratkan untuk menerima bunga itu.
“makasih van tapi gue pulang
bareng Dimas” aku menerima bunga itu. Evan sama sekali tak melihat Dimas, dia
masih sama seperti dulu. Angkuh.
“gue masih ada urusan futsal. Lo
pulang dulu aja Re sama Evan” Dimas tersenyum. Selama 3 tahun ini aku cukup
mengerti sifat Dimas. Dia menghargai kebebasan. Cowok idaman cewek banget.
“oke gue cabut dulu dim. Ntar gue
nelfon lo” Ega masih tersenyum dan mengangguk ringan ke arahku.
_____
“maksud lo kayak gini ke gue apa
van?” tanyaku memecah keheningan di dalam mobil.
“gue nggak ngerti maksud lo Re!”
jawab Evan tanpa sedikitpun menoleh ke arahku.
“gue sekarang udah sama Dimas,
van. Buat apa lo deketin gue?”
Evan tiba-tiba meminggirkan
mobilnya dengan kasar. Mobil berhenti. Evan menatap ke arahku. Matanya penuh
akan kemarahan.
“kapan gue mutusin lo Re? lo
pikir selama gue pergi, lo bisa seenaknya jalan sama cowok lain yang gak jelas
itu? Harusnya gue marah Re!! gue benci punya cewek murahan yang gampang jalan
sama cowok lain!”
Plaaaakkkk!!!!! Hatiku tak kuasa
mendengar kata-katanya. Aku menamparnya, aku terdiam sesaat.
“lo pikir lo aja yang berhak
marah van? Gue juga berhak!!! 3 tahun gue nunggu kepastian dari lo! Tapi nggak
ada satupun kabar dari lo van! Gue capek nunggu lo! Sekarang lo bilang gue
cewek murahan. Gue bener-bener kecewa sama lo van!” tak bisa ku bendung. Air
mata meluncur dari pipiku, tanganku coba mengahapusnya.
“gue cuman gak mau kehilangan lo
Re. gue sayang banget sama lo! Gue shock banget waktu gue pulang, lo malah
ngehindarin gue. Bahkan lo jadian sama cowok lain. Gue gak rela Re! gue bakal
dapetin lo lagi!!!”
“lo pikir gue apa van? Gue punya
hati dan gue gak bakal ngebiarin lo buat ngehancurin hati gue lagi. Gue bukan
cewek yang setelah didapetin bias ditinggalin begitu aja. Gue juga butuh
perhatian van!”
“oke gue bakal buktiin kalo gue
bener sayang sama lo dan bisa dapetin lo
lagi”
_____
“keputusan lo apa Re?” pertayaan
Dimas mengawali perbincangan kami ditelfon.
“maksud lo dim?”
“sekarang udah ada Evan, gue siap
lo tinggalin Re. gue tau persis, posisi gue itu cuman gantiin Evan. Gue nggak
mau jadi penghalang kebahagian lo Re”
“lo kok ngomong gitu dim? Lo udah
gak sayang sama gue?”
“Reaaaa……justru karena gue sayang
sama lo makanya gue kayak gini. Gue mau lo bahagia Re”
“lo yakin, kalo gue lepasin lo.
Gue bakal bahagia?” sedikit timbul amarah di hatiku.
“setidaknya gue tau kalo dia
sayang sama lo Re. lo udah nunggu dia 3 tahun kan? Sekarang kesempatan lo Re!
gue nggak mau lo sedih kayak dulu lagi”
KESEMPATAN KEDUA? Aku terdiam
memikirkan hal itu. Benarkah tuhan memberiku kesempatan kedua? Tapi bagaimana
dengan Dimas? Gue nggak mungkin begitu saja tinggalin dia demi Evan. Dimas
terlalu baik selama ini. Bagaimana perasaanku terhadap Evan? Benarkah aku masih
mencintainya? Semua ini membuatku pusing.
“Re…. lo gak usah mikirin gue.
Turuti apa kata hati lo, kebahagiaan itu berharga banget Re. jangan lo lewatin
kesempatan ini!” Dimas begitu memberiku kebebasan, seolah dia bagian dari
diriku yang bisa mengerti pikiranku.
“gue gak tahu harus ngomong apa
dim…….”
Semalaman aku memikkirkan
kata-kata Dimas. Aku masih belum tahu apa yang harus aku lakukan. Namun yang
pasti aku tak ingin mengingkari hatiku seperti kata Dimas.
_____
“mau pulang apa nonton futsal
dulu?” Dimas duduk di sebelahku.
Aku merasa ada yang aneh pada
diriku. Dimas memungut daun flamboyan yang jatuh di rambutku. Disini, di bawah
pohon flamboyan, Dimas dulu berjanji akan merawat luka hatiku dan menjagaku.
“nontom dulu yuk…..” aku berdiri
menggandeng tangan Dimas. Lagi-lagi Honda jazz itu muncul. Langkahku terhenti,
aku dan Dimas saling berpandangan. Dengan langkah tanpa ragu, Evan datang
menuju ke arahku dengan membawa sebuah kotak rapi.
“temenin gue
ke pesta ulang tahun mama Re. mama pengen ketemu sama lo” Evan tersenyum manis
sekali, menungguku menerima kotak itu. Aku hanya terdiam, sesekali ku pandangi
wajah Dimas.
“Re, gue ke
lapangan dulu, kalo lo mau pulang, lo duluan aja” Dimas mayakinkan aku untuk
tidak merasa tidak enak dengannya. Ia berbalik meninggalkanku dan Evan.
Evan masih
menunggu ku menerima hadiahnya. Kupandangi Dimas yang kian menjauh. Pandanganku
kini beralih ke Evan yang sedang menatapku.
“Van sekarang
gue yakin! Penantian gue udah berakhir.
Tapi bukan lo yang gue tunggu. Maafin gue van….” aku merasa lega dan bebas. Tapi
aku melihat kekecewaan diwajah Evan.
Aku berlari
menghampiri Dimas yang masih menungguku. Tiba-tiba perasaan aneh muncul lagi.
Rasa yang begitu bergejolak, rasa yang tak mungkin ku sembunyikan lagi. Rasa
yang dulu pernah ada untuk Evan yaitu
rasa cinta untuk Dimas.
“sekarang gue
tau apa keputusan gue dim. Ini kata hati gue sejujurnya. Kata hati gue gak mau
lo pergi!” kurasakan degup jantungku lebih kencang dari biasanya.
“gue bukan
cowok romantis kayak novel favorit lo Re” Dimas tersenyum.
“tapi lo cowok
yang bikin gue takut selama lo gak disamping gue dim”
Dimas
membenamkanku ke dalam dekapannya. Aku merasakan kenyamanan yang belum pernah
kurasakan hingga detik ini.
“gue gak akan
ngebiarin lo takut Re. gue sayang banget sama lo…”
“janji yaaa……”
Keren sil (y)
BalasHapusMakasih yaaaa:)
Hapus